Mediacirebon.id – Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudoyono (AHY) menyampaikan pidato kenegaraan dalam Rapimnas HUT ke-21, Kamis (14/9/2022). Dalam pidatonya, AHY menyinggung beberapa isu yang berkaitan dengan kepentingan rakyat.
AHY menyampaikan bahwa beban ekonomi saat ini semakin sulit. Hal ini disebabkan daya beli yang masih rendah, imbas pandemi yang terjadi dua tahun terakhir. Dia mengaku banyak mendapat keluhan dari rakyat saat berkeliling nusantara.
“Suara-
suara rakyat, yang disampaikan langsung kepada saya. Dalam tiga tahun terakhir
ini, saya aktif berkeliling Nusantara. Menyambangi desa-desa, kecamatan, kota dan
kabupaten.
Di Jepara, Jawa Tengah, saya dihampiri oleh ibu–ibu. Ibu Daimah, 52 tahun.
Ibu rumah tangga yang mengadu soal tingginya harga-harga,” kata AHY.
Kondisi ini diperparah dengan kenaikan harga BBM oleh pemerintah pada pekan lalu. Konsekuensinya, daya beli menurun, harga kebutuhan pokok naik, otomatis inflasi ikut naik. Banyak masyarakat kesulitan membeli kebutuhan pokok akibat hal tersebut.
“Bayangkan bagaimana Ibu Daimah dan 115 juta masyarakat rentan miskin, menghadapi masalah ini. Yang pasti, jutaan kepala saat ini sedang bertafakur. Mengadu kepada Tuhannya. Bagaimana caranya
bisa bertahan hidup. Sementara itu, untuk mendapatkan penghasilan tidak mudah. Bahkan, banyak mahasiswa yang khawatir, karena sulitnya mendapatkan
pekerjaan. Kekhawatiran yang juga sedang dirasakan, oleh 8,4 juta, pengangguran
di Indonesia,” ujarnya.
AHY mengatakan, Demokrat mengerti, ada persoalan dengan kesehatan APBN, dan ruang fiskal
negara. Oleh sebab itu pemerintah memandang perlu, untuk mengurangi subsidi BBM.
Namun, di sisi lain, Demokrat juga sangat mengerti, kondisi kehidupan sosial-
ekonomi masyarakat, yang tengah menghadapi tekanan berat.
“Sesungguhnya, ada banyak cara, untuk menyelamatkan fiskal, selain menaikkan harga BBM. Misalnya, dengan melakukan realokasi anggaran, penentuan prioritas, termasuk, penundaan sejumlah proyek nasional, yang tidak sangat mendesak
Sekarang, kenyataannya, harga BBM, sudah dinaikkan,” tuturnya.
Untuk itu, Demokrat menawarkan dua solusi. Pertama, bantuan kepada rakyat, yang ekonominya lemah, atau BLT. Jumlah uangnya harus cukup, tepat sasaran, dan harus bebas dari politik. BLT merupakan produk kebijakan Presiden SBY, yang dulu ditentang oleh sebagian kalangan; justru sekarang ditiru dan terbukti menjadi penyangga utama, daya beli
masyarakat.
“Menaikkan harga BBM, juga harus tepat. Jika
harga minyak mentah dunia menurun, turunkan kembali harga BBM kita. Jangan
sebaliknya, ketika harga minyak dunia turun, harga BBM justru dinaikkan,” ungkap dia.
Menyangkut pembangunan Ibu Kota Negara yang baru, sebuah megaproyek, Demokrat ingin menyampaikan pendapat. Demokrat setuju, untuk pembangunan pusat pemerintahan baru. Mengingat, kondisi kota Jakarta, sudah tidak ideal lagi.
Pembangunan IKN di Kalimantan Timur, juga dimungkinkan. Catatan Demokrat adalah, IKN tersebut harus dikonsepkan, direncanakan, dan dipersiapkan dengan baik. Kalau tidak, maka bisa gagal pembangunannya.
Pemerintah harus memikirkan, “timing”, dan jangka waktu pembangunannya.
“Di seluruh dunia, pembangunan IKN memerlukan waktu yang cukup, dan timing-
nya dipilih, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi negara,” katanya.
Begitu juga, pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Belakangan ini, telah diputuskan, adanya alokasi penyertaan modal negara, dari APBN. Triliunan rupiah. Padahal pada awalnya, pemerintah berjanji, tidak mengambil satu sen pun, dari APBN. Nilai proyeknya pun, semakin membengkak, dari skema perhitungan awal.
“Demokrat menyarankan agar dalam membangun megaproyek, perencanaan harus matang sehingga tidak mudah berubah di tengah jalan, yang bisa sangat merugikan keuangan negara, dan memberatkan pemerintah sendiri,” ujarnya.
Indonesia tentu, tidak boleh terus menerus menambah utangnya. Juga sangat tidak bijaksana, jika mega proyek itu didanai dari utang. Utang ini, justru akan menambah beban fiskal kita. Apalagi, kita tengah menghadapi krisis, dan tekanan ekonomi yang berat.
“Menunda pembangunan proyek nasional strategis, bukanlah sesuatu yang tabu. Menunda proyek pada kondisi saat ini, lebih baik daripada memaksakannya. Jika proyek-proyek ini dipaksakan, akan berdampak buruk bagi kehidupan sosial-ekonomi rakyat,” tutur dia.