Mediacirebon.id – Dalam rangkaian Bulan Bung Karno, semangat perjuangan dan gotong royong kembali digaungkan oleh Hj. Selly Andriany Gantina, Kapoksi Komisi VIII DPR RI sekaligus mantan Wakil Bupati Cirebon, melalui dua kegiatan sarasehan penting yang digelar pada 21 dan 22 Juni 2025.
Kegiatan pertama bertajuk Sarasehan dan Diskusi Kebangsaan bersama Mahasiswa, dilaksanakan pada Sabtu, (21/6/25), di Kota Cirebon
Sementara kegiatan kedua berupa Sarasehan dan Doa Bersama Penyuluh Pertanian, digelar sehari berselang pada Minggu, (22/6/25), di Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon.
Dalam sarasehan bersama mahasiswa, Hj Selly mengajak peserta untuk tidak hanya mengingat Bung Karno sebagai sosok sejarah, tetapi juga sebagai sumber gagasan besar yang relevan hingga kini. Diskusi berlangsung dinamis membedah peran mahasiswa dalam menjaga nilai-nilai dasar negara dan menumbuhkan keberanian untuk berpihak pada rakyat.
“Bung Karno selalu menyebut mahasiswa sebagai agen perubahan. Tapi perubahan itu harus berdasar pada ideologi. Tanpa Pancasila, perjuangan akan kehilangan arah,” ujar Hj Selly dalam diskusi yang dihadiri puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di wilayah Ciayumajakuning.
Diskusi itu juga menjadi ruang refleksi, kata Hj Selly, karena mahasiswa menyuarakan pandangan tentang tantangan sosial saat ini, seperti ketimpangan ekonomi, krisis iklim, serta digitalisasi yang belum merata.
Hj Selly merespons dengan menekankan pentingnya pendekatan holistik yang berbasis rakyat, sebagaimana semangat Trisakti Bung Karno, yakni berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
“Pemuda harus mulai dari hal kecil yang berdampak. Kembali ke rakyat, menyatu dengan masalah mereka, dan hadir sebagai solusi, bukan sekadar kritik,” tambahnya.
Hari berikutnya, pada 22 Juni 2025, Hj. Selly menggelar sarasehan dan doa bersama para penyuluh pertanian, yang merupakan ujung tombak pembangunan sektor agraria di desa-desa. Acara ini dilaksanakan di Kecamatan Gegesik, salah satu wilayah dengan potensi pertanian terbesar di Kabupaten Cirebon.
Dalam paparannya, Hj Selly menyampaikan, memperingati wafatnya Bung Karno (21 Juni 1970) bukan hanya sekadar mengenang tokoh besar, melainkan menghidupkan kembali ideologi marhaenisme atau ajaran Bung Karno yang berpihak pada petani kecil dan rakyat tertindas.
“Petani, buruh, dan rakyat kecil adalah marhaen sesungguhnya. Bung Karno mengajarkan kita untuk tidak hanya memuliakan mereka, tapi memperjuangkan keadilan bagi mereka,” ujar Hj Selly di hadapan para penyuluh dan kelompok tani.
Sarasehan tersebut, lanjut Selly, juga menjadi ruang dialog antara para penyuluh dan wakil rakyat. Banyak penyuluh menyampaikan aspirasi mengenai tantangan pertanian modern, mulai dari keterbatasan alat, lahan produktif, hingga regenerasi petani muda.
Acara ditutup dengan doa bersama, dipimpin oleh tokoh agama setempat, sebagai simbol harapan dan syukur atas perjuangan petani yang kerap menjadi garda terdepan dalam ketahanan pangan bangsa.
Hj Selly mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali memberi perhatian serius pada sektor pertanian, sebagai pondasi ekonomi kerakyatan yang kuat dan tahan krisis.
“Kami ingin para petani dan penyuluh tidak merasa sendiri. Pemerintah, DPR, dan masyarakat harus hadir mendampingi. Ini semangat Bung Karno yang harus terus kita hidupkan,” katanya.
Kedua kegiatan sarasehan ini mendapat sambutan hangat dari para peserta, baik dari kalangan mahasiswa maupun penyuluh. Banyak dari mereka berharap kegiatan seperti ini bisa terus berlanjut, tidak hanya di Bulan Bung Karno.
Sebagai penutup, Hj Selly menegaskan, rangkaian kegiatan ini adalah bagian dari tanggung jawab moral dan ideologis sebagai wakil rakyat. Menurutnya, Bung Karno telah memberikan warisan pemikiran yang sangat kuat, dan menjadi tugas generasi sekarang untuk mewujudkannya dalam kerja nyata dan kebijakan yang berpihak pada rakyat.
“Bulan Bung Karno adalah ajakan untuk kembali berpikir besar dan bekerja nyata. Mari kita rawat bangsa ini bersama, dari ruang kuliah hingga sawah,” katanya.