Mediacirebon.id – Kolaborasi apik antara desainer Nina Nugroho dengan Batik Samida Cirebon tampil memukau di hadapan masyarakat Cirebon yang hadir dalam Festival Kuliner Jalur Rempah (FKJR) 2025, di depan Balaikota Cirebon, Jalan Siliwangi Kota Cirebon, Kamis malam (17/7/2025).
Nina Nugroho dan Batik Samida sukses menggubah motif Batik Ikosahedron menjadi Batik Jalur Sutra. Motif batik yang merupakan hasil riset dari seniman Indonesia, Singapura dan Jepang itu dipamerkan oleh lima peraga busana pada malam FKJR 2025 Kota Cirebon.
“Suatu kebanggaan bagi kami bersama Batik Samida bisa berkolaborasi dan menyajikannya di hadapan masyarakat Cirebon. Kota Cirebon ini sangat kaya akan seni tradisi dan budaya, termasuk kuliner,” ungkap Nina Nugroho.
Pihaknya juga mengapresiasi langkah strategis Pemkot Cirebon yang telah memberi ruang bagi pelaku industri kreatif. Menurutnya hal ini sangat penting, sebagai salah satu komitmen untuk melestarikan seni tradisi dan budaya Cirebon. “Tentu kami sangat mengapresiasi event-event semacam ini,” ucapnya.
Sementara itu, Owner Batik Samida, Lutfiyah Handayani menjelaskan mengenai motif Batik Ikosahedron. Dari perspektif sejarah, Muara Djati atau Cirebon pada abad ke-15 dikenal sebagai gerbang perdagangan bangsa-bangsa seperti Tiongkok, Arab, Persia, India, Melaka, hingga Pasai, yang singgah lewat jalur perdangan rempah maritim Nusantara di wilayah pantai utara Jawa (khususnya kini Jawa Barat)
Sedangkan beberapa abad sebelumnya, rute perdagangan rempah, teh, keramik, dan sutra yang menghubungkan timur dan barat, membentang dari Asia hingga Eropa ditempuh lewat jalur darat.
“Dari sini kami mencoba melacak jejak sejarah komoditas perdagangan darat dan laut; Asia dan Eropa; timur dan barat; antara Jalur Rempah dan Jalur Sutra dalam satu peta Proyeksi Dymaxion sekaligus motif batik yang saling terhubung,” jelas Lutfiyah.
Peta Proyeksi Dymaxion Buckminster Fuller, lebih lanjut dijelaskan Lutfiyah, adalah metode proyeksi bumi yang berbentuk bulat ke dalam Polihedron bersisi dua puluh sisi yang dikenal sebagai Ikosahedron.
Kemudian proyeksi ini dibuka sedemikian rupa, sehingga daratan-daratan utama akan tampak utuh. Tanpa batas-batas peta yang memisahkannya, seperti bentangan kain batik yang saling terhubung satu sama lain.
“Motif batik yang diterjemahkan dari peta proyeksi Proyeksi Dymaxion Buckminster Fuller ini digunakan sebagai bentuk, sekaligus metode pembacaan peta yang membantu memvisualisasikan hubungan dan kompleksitas antara jalur sutra dan jalur rempah sebagai bagian dari sejarah jaringan perdagangan dunia,” terangnya.
“Kemudian di tangan Nina Nugroho, koleksi tersebut divisualkan dalam berbagai fashion model dan ditampilkan dalam helatan fashion show FKJR 2025,” imbuh Lutfiyah.
Kolaborasi tersebut, kata Lutfiyah, merupakan insiasi dari Pemkot Cirebon melalui Disbudpar, terlebih lagi kekayaan Wastra Nusantara yang menjadi inspirasi kegiatan ini. “Kita ingin melestarikan kekayaan Cirebon sebagai salah satu sentra batik Nusantara,” katanya.
Di tempat yang sama, Kepala Disbudpar Kota Cirebon, Agus Sukmanjaya mengaku bangga sekaligus terpukau atas penampilan hasil produksi kreatif perpaduan antara Nina Nugroho dan Batik Samida. “Ini membuktikan bahwa Kota Cirebon memiliki potensi yang luar biasa membanggakan,” kata Agus. (Rls)