Mediacirebon.id – Perdebatan sengit terjadi antara Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Fitrah Malik dengan Sekretaris Daerah, Agus Mulyadi saat rapat pembahasan Raperda tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) di Griya Syawala, Senin (10/3/2025)
Pemicunya lahan seluas 3 000 meter persegi di stadion Bima yang seharusnya untuk ruang terbuka hijau (RTH) namun berubah menjadi kampus kedokteran Universitas Gunung Jati (UGJ).
Fitrah meminta jangan sampai usai disahkan menjadi perda, anggota DPRD diperiksa aparat penegak hukum (APH). Termasuk soal pemakaman umum di Jalan Cipto yang masih menuai polemik.
“Hanya ingin memastikan kalau Pemkot sudah menyelesaikan persoalan tanah UGJ,” kata Fitrah kepada Gusmul saat rapat.
Persoalan ini yang menjadi salah satu alasan legislatif menolak Raperda RTRW Kota Cirebon pada tahun lalu. Pihaknya tidak ingin, keputusan yang seharusnya untuk kepentingan rakyat berubah menjadi persoalan hukum.
Sementara itu, Sekda Kota Cirebon, Agus Mulyadi mengatakan, soal tanah UGJ APH hanya memberi sanksi administrasi. Kompensasinya, UGJ menyewa lahan kepada Pemkot Cirebon dan memberikan lahan 5000 meter persegi di Argasunya sebagai pengganti RTH.
“Persoalan tanah UGJ sudah selesai dari persoalan hukum. Sanksinya juga sudah ada,” katanya.
Gusmul menyampaikan bahwa sejak tahun 2022 atau awal dalam pembahasan Perda RTRW selalu melibatkan legislatif. Termasuk dalam pembahasan setiap poin yang ada di dalam raperda tersebut.
“Bagaimana bisa kami mengambil keputusan kalau tidak mendapat persetujuan dari legislatif,” ujarnya.
Raperda RTRW kembali diusulkan ke legislatif untuk mengantisipasi sanksi dari Kementerian ATR/ BPN jika 15 hari belum ditetapkan mejadi perda. Selain itu jika nanti sudah ditetapkan menjadi Permen maka akan sulit kembali merubahnya.
“Kami hanya memberikan opsi ke legislatif apakah disahkan jadi perda atau tidak. Karena ada resiko dari sikap yang diambil oleh legislatif,” ujarnya. (Why)