Mediacirebon.id –Disnaker Kabupaten Cirebon gencar melakukan pencegahan pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal. Salah satunya dengan edukasi langsung ke desa.
Kepala Disnaker Cirebon, Novi Hendriyanto, mengungkapkan, permasalahan PMI ilegal muncul saat proses rekrutmen di desa. Praktik ini umumnya dilakukan oleh sponsor ilegal yang menjanjikan keberangkatan cepat tanpa syarat administratif.
“Kami antisipasi itu dengan turun langsung ke desa bersama perangkat seperti kuwu, RT/RW, tokoh masyarakat, hingga Babinsa dan Bhabinkamtibmas,” ujar Novi Kamis, (8/5/2025).
Novi menambahkan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi intensif di berbagai titik di Kabupaten Cirebon. Edukasi mencakup cara bekerja aman ke luar negeri, prosedur legalisasi, serta risiko dan dampak jika berangkat secara ilegal.
“Kami tekankan ke masyarakat bahwa keberangkatan yang tidak diketahui aparat desa seperti kuwu itu patut dicurigai sebagai ilegal” katanya.
Upaya ini dilakukan mengingat kompleksitas penanganan PMI bermasalah di luar negeri. Koordinasi antara Disnaker, Kemenaker, BP2MI, dan perwakilan KBRI kerap memakan waktu dan tenaga, apalagi jika status keberangkatan PMI tidak terdaftar secara resmi.
“Menangani satu PMI bermasalah saja sangat rumit. Harus cari tahu posisinya, hubungi keluarganya, hubungi KBRI, dan kadang juga melibatkan sponsor yang tidak bertanggung jawab. Ini yang kita cegah dari awal,” tegas Novi.
Data Disnaker mencatat, pada tahun 2024 Kabupaten Cirebon memberangkatkan sekitar 11.400 PMI, dengan 67 kasus permasalahan tercatat secara resmi. Sementara untuk tahun 2025 hingga April, tercatat sudah 3.600 PMI berangkat ke luar negeri.
“Dari sisi jumlah memang kecil, tapi dampaknya besar. Itulah mengapa pencegahan jauh lebih penting. Kita dorong agar masyarakat tahu dan sadar bahwa berangkat secara legal itu mutlak,” ujarnya.
Novi juga mengingatkan bahwa perlindungan pemerintah, baik pusat maupun daerah, hanya dapat maksimal jika PMI mengikuti prosedur yang benar. Dalam kasus PMI ilegal, negara tidak memiliki dasar hukum kuat untuk memfasilitasi bantuan seperti pemulangan, biaya rumah sakit, atau bantuan hukum.
“Kalau tidak prosedural, fasilitasi negara jadi terbatas. Biaya pemulangan bisa ditanggung keluarga atau bahkan pemerintah desa. Tapi kita tetap hadir, tetap bantu karena ini bentuk tanggung jawab moral,” tutupnya. (Aap)