KEJAKSAN – Alasan Dani Mardani dan Edi Suripno meminta fit and proper test Calon Komisioner Komisi Informasi (KI) Kota Cirebon diulang karena cacat yuridis dianggap inkonsisten. Sebab pada fit and proper test lalu, mereka hanya mengosongkan tiga nama calon komisioner, bukan seluruhnya.
“Kalau memang Peraturan KI Nomor 4/2016 cacat secara yuridis harusnya kosongkan nilai semua calon komisioner, ini justru hanya tiga nama yaitu Jauhari, Saptadi dan Lutfia Handayani sementara yang lainnya diberi skor,” tegas Anggota Komisi I DPRD Kota Cirebon, Harry Saputra Gani, Minggu (20/6/2021)
Harry menganggap, dengan Dani Mardani dan Edi Suripno memberikan skor pada calon komsioner artinya menyetujui sistem skoring yang disepakati sebelum fit and proper test dimulai. Apalagi nilai yang diberikan sesuai dengan kesepakatan seluruh anggota komisi I.
“Kami dari awal sudah membahas, untuk fit and proper test menggunakan sistem skoring dengan nilai terkecil 50 dan terbesar 90 dan semuanya setuju,” jelasnya.
Metode skoring kata Hari, hanya mengadopsi Keputusan Ketua KI Tahun 2010 bukan berpedoman pada aturan tersebut. Karena dalam Peraturan KI Nomor 4/2016 tidak secara detail menjelaskan penilaian kepada calon komsioner.
“Hanya referensi bukan sepenuhnya mengikuti aturan KI. Itu juga disepakati oleh seluruh anggota komisi I,” paparnya.
Namun saat rapat dengan Pemkot Cirebon, Dani Mardani dan Edi Suripno meminta fit and proper test diulang dengan dalih cacat yuridis. Bukan hanya diulang, fit and proper test dilaksanakan dengan terbuka disaksikan masyarakat dan akademisi.
Oleh sebab itu Harry meminta kepada Dani Mardani dan Edi Suripno memberikan nilai kepada calon komisioner yang dikosongkan. Jangan sampai persoalan ini dibiarkan berlarut-larut.
“Pemberian skor adalah hak dan kewajiban dari setiap anggota komisi I,” tutur dia. [MC-01]