Mediacirebon.id – DPRD Kota Cirebon meminta kepada tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) segera menuntaskan persoalan pendirian bangunan ilegal di lahan Kutiong yang berlokasi di kampung Wanacala, Kecamatan Harjamukti.
DPRD pun meminta kepada masyarakat untuk tidak tergiur dengan jual beli lahan yang masih berstatus dalam penguasaan negara tersebut.
Hal itu disampaikan Komisi I DPRD saat menerima audiensi dengan Paguyubuan Satu Hati dan Yayasan Perkumpulan BAKTI di Griya Sawala gedung DPRD, Senin (13/3/2023). Audiensi
tersebut juga memutuskan pencabutan pernyataan warga bahwa mereka menduduki lahan milik Yayasan Perkumpulan Bakti.
Ketua DPRD Kota Cirebon, Ruri Tri Lesmana menjelaskan, warga yang menduduki lahan Kutiong resah dan ingin mencabut kambali surat pernyataan status kepemilikan lahan merupakan milik Yayasan Perkumpulan Bakti.
Di samping itu, DPRD mengimbau kepada warga yang menduduki lahan Kutiong agar tidak melakukan perbuatan melawan hukum dengan menjual-belikan, memperluas atau mendirikan bangunan.
DPRD pun menekankan kepada tim GTRA untuk bekerja lebih cepat, dan jangan menunda-nunda lagi. Sebab, khawatir akan semakin berkembang pendirian rumah oleh oknum tidak bertanggung jawab.
“Warga ingin agar merasa tentram, jangan ada orang lain atau pihak manapun yang mendata. Masalah lahan ini akan diselesaikan GTRA. Di dalamnya ada dari unsur pemerintah daerah, yayasan, kejaksaan, dan kepolisian,” kata Ruri.
Sementara itu, Kasi Sangketa BPN/ATR Kantah Kota Cirebon, Dwi Rinto SST membenarkan, status lahan seluas 23 hektare yang sudah berdiri 346 kepala keluarga tersebut merupakan tanah negara bekas hak barat.
Ia menjelaskan, sebelum Indonesia merdeka dari Belanda, administrasi pertanahan saat itu masih tunduk dari barat atau Belanda, salah satunya eigendom. Menurutnya, posisi status
lahan saat ini negara berwenang untuk mengatur kemanfaatan tanah, salah satunya pengaturan lahan tersebut akan diselesaikan melalui GTRA.
“Intinya, tanah Kutiong menurut peta zaman Belanda, adalah hak barat. Itu identik dengan hak kepemilikan tanah,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Perkumpulan BAKTI, Harry Saputra Gani menjelaskan, Perkumpulan BAKTI diberikan mandat mengelola lahan Kutiong yang peruntukannya kuburan bagi
warga keturunan etnis Tionghoa di Kota Cirebon.
“Bagi kami kondisi laham pemakaman di Wanacala ada pendirian rumah dan bangunan secara ilegal. Upaya penyelesaian sudah dari 2014. Kami tidak bisa mendiamkan masalah ini,” ujarnya.
Harry membenarkan status lahan ini bestatus tanah negara. Akan tetapi, harus diingat bahwa secara historis tanah tersebut merupakan hak barat milik Mayor Tan Tjin Kie dengan akta eigendom No: 1371/28 bertanggal 23 Febuari 1883.
Peruntunkan lahan tersebut masih dilindungi undang-undang, di mana di dalamnya merupakan RTH dan pemakaman. Karena itu, Yayasan Perkumpulan BAKTI mengikuti program konsolidasi tanah sesuai Permen ATR Nomor 19/2019.
Pihaknya akan secara bertahap menyelesaikan masalah bangunan illegal di lahan Kutiong dan Sentiong. Pertama Kutiong di Wanacala, selanjutnya di Sentiong yang berlokasi Kedung Menjangan.
“Kami bersyukur jika masalah ini mendapat atensi dari pemerintah dan DPRD untuk segera melakukan konsolidasi tanah sesuai UUPA. Tetapi, kenapa perhatian ini tidak dari dulu-dulu,” tegasnya.