Mediacirebon.id – Akhir-akhir ini, banyak yang berpendapat bahwa gen-z akan mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan. Beberapa laman berita menyebutkan soal sulitnya gen-z dalam mendapatkan pekerjaan. Kompas.id dalam jurnalisme data yang di-publish tanggal 20 Mei 2024, gen-z lebih susah cari kerja, menyebutkan bahwa jumlah pencari kerja yang terserap di sektor formal semakin sedikit. Sebaliknya, jumlah pekerja informal semakin melonjak. Bahkan, disebutkan melalui hasil olahan data tim jurnalisme data mereka, bahwa bulan Februari tahun 2019, 2014, 2019 dan 2024 mengalami penurunan penciptaan lapangan pekerjaan di sektor formal.
Diluar itu, Raymond Chin dalam salah satu konten youtube-nya menyebutkan, hasil survey BI.go.id menunjukkan adanya penurunan ekspektasi konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja. Ditambah lagi dengan adanya statement dari sekjen kemendikbud yang menyatakan bahwa pendidikan tinggi itu “tersier”, artinya tidak wajib. Selain itu, laporan talent acquisition insight 2024 menyebutkan bahwa 69 persen perusahaan di RI membekukan perekrutan.
Rentetan berita yang muncul dalam pembahasan tentang kesulitan gen-z dalam mencari pekerjaan, jelas bukan persoalan yang dipandang sebelah mata. Hal tersebut akan menjadi “bola salju” yang cepat atau lambat akan mempengaruhi kondisi psikologi gen-z.
Lalu, apakah itu “dosa” mereka? Apakah itu 100 persen kesalahan mereka? Jika kita menilik lebih jauh tentang kondisi tersebut, menurut saya, semua punya andil atas apa yang menimpa mereka. Hanya saja, saya tidak membahas tentang penyebab eksternal dari kondisi yang dimaksud. Saya mencoba berfokus pada kesiapan gen-z dalam menghadapi tantangan yang akan mereka jalani ke depan. Lebih mengerucut lagi ke dalam analisis saya tentang gen-z adalah mental mereka yang konon katanya memiliki kecenderungan mudah menyerah, terlalu instan dalam memperoleh apa yang mereka inginkan, terlalu banyak mengeluh, dan masih banyak lagi masalah-masalah yang mereka alami.
Tentunya, tidak semua gen-z mengalami hal demikian. Namun, rasio prosentase yang relatif besar dalam kasus-kasus gen-z di atas, menurut saya cukup menjadi perhatian bersama dan bukan kasus yang dianggap remeh. Permasalahan yang dialami oleh gen-z cenderung lebih banyak pada aspek psikologis, fisik dan sosial. Dengan kata lain, faktor mental health-lah yang mencakup aspek-aspek tersebut. Kita ambil contoh kasus, tidak sedikit gen-z memiliki kecenderungan cepat lelah saat bekerja, dan ketika digali lebih dalam atas kasus tersebut, mereka menjawab tidak nyaman dalam bekerja. Tentu, alasan seperti itu bisa diasumsikan sebagai alasan yang kurang rasional. Kenapa? Karyawan tidak hanya mereka, tetapi juga banyak yang bekerja dalam satu perusahaan dan bagian yang sama. Mereka tidak mengeluh, tetapi gen-z yang mengeluh. Bahkan, tekanan pekerjaan yang dialami oleh selain gen-z, jauh lebih besar dibandingkan mereka (gen-z).
Tidak hanya itu, kecenderungan gen-z lebih memilih cara instan dalam memperoleh apa yang mereka inginkan. Walaupun itu tidak rasional. Sebagai contoh, rata-rata gen-z adalah fresh graduate yang notabene pengalaman mereka sangat minim di dunia kerja. Tetapi, tuntutan mereka akan keinginan bergaji besar sangatlah tidak rasional. Kontribusi mereka untuk perusahaan tentunya belum maksimal. Dan pada saat perusahaan melakukan pressure yang dianggap tinggi oleh mereka, sikap mereka berubah. Keluhan demi keluhan bermunculan dalam benak mereka. Dan pada akhirnya, pekerjaan mereka pun tidak dilakukan sepenuh hati.
Dedikasi, integritas dan loyalitas membutuhkan effort dalam setiap prosesnya. Apakah itu tidak disadari oleh mereka? Ataukah mereka lupa? Saya percaya, bahwa setiap cita-cita atau kesuksesan yang ingin diraih, membutuhkan proses dan pengorbanan yang tidak sedikit. Terlepas dari cepat atau lambatnya kesuksesan itu, pembentukan karakter yang kuat adalah segalanya. Tantangan hidup dan persaingan ke depan akan lebih kompetitif. Oleh karena itu, sudah menjadi keniscayaan jika proses perjalanan hidup dalam menghadapi tantangan ke depan adalah dengan kuatnya karakter yang dimiliki. Anda bisa melakukan banyak hal jika karakter Anda kuat. Anda bisa lebih produktif jika karakter Anda kuat. Bahkan, Anda bisa menjadi pribadi yang kreatif dan solutif, jika karakter Anda kuat.
Penulis
Firman Saputra, CSE., CPRO
CEO BDS Enterprise