KEDAWUNG – WCC Mawar Balqis menggelar seminar dengan tema Memastikan Perlidungan Hak Perempuan dan Buruh Migran Dalam Upaya Pembangunan SDM Maju, di hotel Jalan Tuparev, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Jumat (11/6/2021). Seminar menghadirkan Anggota DPR RI Selly Andriani Gantina, Direktur Fahmina Institute KH Marzuki Wahid, Bappelitbangda diwakili Agung Gumelar dan dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Dinar Nuriyati.
Seminar yang berlangsung hangat ini menyampaikan kebijakan pemerintah tentang perlindungan hak perempuan dan buruh migran serta peran masyarakat dalam mencegah terjadinya hal tersebut. Banyak pertanyaan yang disampaikan para peserta salah satunya instansi yang menenangani persoalan tersebut.
Dijelaskan Anggota DPR RI Selly Andriani Gantina, persoalan tentang perlindungan hak perempuan dan buruh migran bukan hanya tanggung jawab Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak namun lembaga vertikal yang berkaitan persoalan itu.
“Persoalan hak perempuan dan buruh migran harus diselesaikan bersama-sama seluruh instansi yang fokus menangani persoalan ini, bukan hanya pemerintah,” kata dia kepada wartawan.
Sayangnya di masyarakat korban di hukum secara sosial. Seperti mengkebiri bahkan menjatuhkan mental korban. Padahal peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam pencegahan dan penindakan terhadap pelaku kekerasan perempuan dan buruh migran.
“Kadang tetangganya malah menjelek-jelekan korban. Harusnya diberi motivasi dan dicarikan solusinya,” tuturnya.
Menurut Selly, perangkat pemerintah di tingkat bawah lebih masif dalam melakukan pencegahan. Mereka lebih hafal karakter dan solusi apa yang harus dilakukan agar perbuatan serupa tidak terulang.
“Perangkat desa dibantu tokoh masyarakat RT dan RW lebih tahu cara apa dalam pencegahan,” ungkap dia.
Sementara itu Manager WCC Mawar Balqis, Sa’adah mengatakan, kekerasan terhadap perempuan dan buruh migran sebagian besar dilakukan oleh orang dekat atau keluarga sendiri. Korban enggan melapor biasanya sudah diselesaikan secara kekeluargaan.
“Tidak ada efek jera karena bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Ini yang membuat pelaku termotivasi melakukan tindakan serupa,” tutur dia.
Terlebih saat pandemi, tekanan terhadap korban semakin tinggi karena pelaku lebih banyak di rumah. Selain itu proses penyelesaian yang panjang menyebabkan korban berada di titik jenuh dan mengurungkan niat melaporkan pelaku.
“Pandemi ini sebagian besar orang berada di rumah. Korban binggung ingin melapor karena pelaku selalu ada di rumah,” kata dia. [MC-02]